Search

Regional


ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC)

Pada tahun 2015, Pemimpin APEC telah mengadopsi dokumen APEC Services Cooperation Framework (ASCF), yang bertujuan untuk memberikan arahan strategis dan mendorong koherensi kerja APEC di bidang jasa. Sebagai tindak lanjutnya, Ekonomi APEC diminta to develop a strategic and long-term APEC Services Competitiveness Roadmap (ASCR) pada tahun 2016. Telah disepakati bahwa proses ini akan diawali dengan diskusi mengenai elemen-elemen roadmap, dilanjutkan dengan pembahasan aksi dan mutually agreed targets tahun 2025. Roadmap dimaksud merupakan living document yang berfokus pada pengembangan daya saing sektor jasa (services competitiveness) dan penyediaan kebutuhan capacity building yang diperlukan bagi ekonomi APEC, elemen lain yang menjadi target roadmap adalah inclusive growth, development, produktivitas dan inovasi, employment, dan peningkatan nilai tambah sektor jasa.

Sebagai focal point Group on Services (GOS), DPPJ melakukan pertemuan minimal 2 (dua) kali setahun dalam rangkaian First Senior Officials’ Meeting (SOM1) dan Third Senior Officials’ Meeting (SOM3). Saat ini, GOS fokus pada pembahasan beberapa isu, seperti potensi kontribusi GOS pada MRT Statement, APEC Services Competitiveness Roadmap (ASCR), Environmental Services, Services and Structural Reform, dan Inclusive Services Trade.

Direktur Perundingan Perdagangan Jasa memaparkan isu reformasi struktural perdagangan jasa dalam Pertemuan APEC Services Competitiveness Roadmap Annual Dialogue 2023 di Detroit, Michigan, Amerika Serikat pada 19 Mei 2023. Pada kesempatan tersebut, Direktur Perundingan Perdagangan Jasa menyampaikan dukungan rencana aksi yang telah diinisiasi oleh ekonomi APEC melalui reformasi struktural dan kebijakan terkait upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi. Selain itu, Direktur PPJ menyampaikan sejumlah kebijakan yang telah dilakukan Indonesia dalam rangka mendukung reformasi struktural bidang perdagangan jasa, misalnya penyederhanaan regulasi dan peningkatan kapasitas institusi yang menangani perdagangan jasa.

Direktur Perundingan Perdagangan Jasa menyampaikan paparan pada the 3rd Senior Officials Meeting, APEC, pada 6 agustus 2023. Direktur PPJ mengangkat tema "The Public-Private Policy Dialogue on Manufacturing Related Services (MRS)". Pada kesempatan itu, Direktur PPJ menyampaikan gambaran tentang services value-added dalam industri manufaktur di Indonesia dan pandangan Indonesia terkait konsep MRS. Selanjutnya, Direktur PPJ menyampaikan harapan Indonesia agar proyek-proyek MRS dapat dieksplorasi lebih jauh dan APEC dapat melakukan penelitian untuk mengeksplorasi implikasi teknologi baru guna mendorong liberalisasi dan memfasilitasi perdagangan di bidang jasa terkait manufaktur.

 

ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)

ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara ASEAN dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam AFAS. Latar belakang pembentukan AFAS adalah melengkapi pendirian AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan memperkuat sektor jasa ASEAN dalam pasar dunia. AFAS merupakan persetujuan di antara negara-negara ASEAN di bidang jasa yang bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kerja sama di antara negara anggota di bidang jasa dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, serta diversifikasi kapasitas produksi dan pasokan serta distribusi jasa dari para pemasok jasa masing-masing negara anggota baik di dalam ASEAN maupun di luar ASEAN;

2. Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa diantara negara anggota; dan

3. Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan cakupan liberalisasi melebihi jasa dalam GATS dalam mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa.

Komitmen Bidang Jasa AFAS

Dalam pemberian komitmen di AFAS, negara-negara ASEAN diharuskan untuk memberikan tingkat komitmen yang lebih baik untuk sesama anggota ASEAN dibandingkan dengan komitmennya dalam GATS-WTO, serta aturan yang dikembangkan dalam AFAS cakupan liberalisasi jasanya melampaui hal-hal yang telah diatur dan dilaksanakan di bawah skema GATS. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa AFAS dikenal juga dengan istilah GATS Plus. Proses liberalisasi bidang jasa dilaksanakan secara bertahap dan hati-hati dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dan tingkat pembangunan ekonomi negara anggota ASEAN. Untuk itu diterapkan prinsip fleksibilitas yang disepakati oleh semua negara ASEAN (pre-agreed flexibility) dan penerapan formulasi ASEAN minus X. Disamping itu, untuk memberikan kepastian liberalisasi, negara anggota tidak diperkenankan untuk menarik kembali komitmen yang telah disepakatinya. Sedangkan yang dapat menjadi kekuatan suatu negara dalam menjaga pasar perdagangan jasa dalam negerinya adalah setiap negara anggota ASEAN tetap memiliki hak pengaturan internal sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan AFAS.

ASEAN telah menyelesaikan sepuluh paket komitmen di bawah AFAS yang masing-masing dioperasionalkan melalui Protokol untuk Implementasi yang ditandatangani oleh Menteri Ekonomi ASEAN (AEM). Paket-paket ini memberikan rincian komitmen masing-masing Negara Anggota ASEAN di berbagai sektor dan subsektor jasa. Adapun dalam pemenuhan komitmennya, ASEAN telah menetapkan target ambang batas (threshold) yang mengacu kepada Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, dimana jumlah subsektor jasa yang dikomitmenkan seluruh negara anggota sebanyak 128 subsektor jasa dengan full commitment di Mode 1, 2 adalah none dan batasan kepemilikan modal asing sebesar 70% di Mode 3.

Penandatanganan Protocol to Implement the 10th AFAS Package beserta final offers SoC (Schedule of Commitments) 10th AFAS Package telah ditandatangani pada Pertemuan AEM ke-50 pada bulan Agustus 2018. Paket ke-10 AFAS diratifikasi melalui Peraturan Presiden No. 27 tahun 2022.


ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA)

ATISA merupakan peningkatan dari Persetujuan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Sebagaimana AFAS, ATISA juga bertujuan untuk meningkatkan kerja sama di bidang jasa antar negara-negara anggota dan untuk mengurangi pembatasan-pembatasan secara substansial terhadap perdagangan jasa di ASEAN dengan memperluas kedalaman dan cakupan integrasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Negara-Negara Anggota berdasarkan Persetujuan Umum World Trade Organization (WTO) mengenai Perdagangan Jasa yang disebut dengan General Agreement on Trade in Services (GATS). ATISA juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi untuk perdagangan jasa; dan mempersiapkan integrasi dan liberalisasi sektor jasa di masa depan untuk ASEAN. Komitmen yang termasuk pada persetujuan ATISA terdiri atas komitmen AFAS Paket terakhir yaitu AFAS Paket ke-10, AFAS Keuangan Paket ke-9, dan AFAS Transportasi Udara Paket ke-12 yang ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan ASEAN.

 Perbedaan ATISA dan AFAS terletak pada komitmen sektoral AFAS menggunakan “pendekatan daftar positif” sedangkan pada komitmen sectoral ATISA menggunakan “pendekatan daftar negatif”, yang dianggap sebagai praktik terbaik untuk liberalisasi sektor jasa, sebagaimana diadopsi dalam perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP). Dalam hal pencatatan “daftar positif”, sektor-sektor dicantumkan berdasarkan pilihan sehingga perjanjian tidak berlaku kecuali suatu sektor atau sub-sektor secara khusus dicantumkan dalam jadwal. Sebaliknya, dalam pendekatan daftar negatif, diliberalisasi, kecuali ditentukan lain. Negara anggota kemudian mendaftar tindakan yang bertentangan dengan kewajibannya atau tindakan yang tidak sesuai. Pendekatan ini mengunci tingkat peraturan saat ini sehingga tidak akan ada bias dalam jadwal seperti dalam pendekatan positif yang digunakan dalam AFAS, dengan demikian memberikan kejelasan yang lebih besar kepada investor. Transparansi ditingkatkan untuk kebutuhan penunjukan peraturan yang tidak sesuai dan di mana diskriminasi dipraktikkan. Oleh karena itu, pendekatan daftar negatif umumnya dianggap sebagai bentuk disiplin yang lebih kuat pada negara anggota

ATISA bertujuan untuk memperluas integrasi sektor jasa di Kawasan ASEAN. Teks perjanjian ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA) telah disahkan secara domestik melalui Peraturan Presiden No. 3 tahun 2023. Saat ini, ATISA dalam tahap transposisi SoC seluruh paket AFAS untuk dijadikan NCM ATISA Annex I dan II.


ASEAN Movement of Natural Persons (MNP)

MNP merupakan perjanjian mengenai pergerakan lintas batas sementara dari orang perseorangan (tenaga kerja terampil) di lingkup ASEAN. Perjanjian ASEAN MNP ditandatangani pada 19 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja, serta telah memasuki masa entry into force (EIF) pada 14 Juni 2016.

Indonesia membuka MNP untuk Business Visitor dan Intra Corporate Transferees (Eksekutif, Manager dan Spesialis) untuk seluruh sektor jasa yang dikomitmenkan dalam AFAS. Sektor- sektor jasa tersebut antara lain adalah jasa profesional, jasa komputer dan layanan terkait, jasa penelitian dan pengembangan, jasa telekomunikasi, jasa konstruksi, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan, jasa keuangan, jasa transportasi, jasa kesehatan, dan jasa pariwisata.

Protocol to Amend ASEAN Movement of Natural Persons telah ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN secara sirkular dan negara Filipina merupakan negara terakhir yang menandatangani protocol tersebut pada tanggal 7 Maret 2024. Protokol tersebut merupakan instrumen hukum yang digunakan untuk memberlakukan hasil reviu terhadap Jadwal Komitmen (Schedules of Commitments/ SoC) Perjanjian ASEAN MNP. Setelah protokol tersebut ditandatangani, negara-negara ASEAN akan memulai kembali diskusi untuk mengembangkan Future Work Programme MNP yang bertujuan melakukan proses liberalisasi lebih lanjut dari ASEAN MNP, sesuai dengan yang dimandatkan pada Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN ke-54 pada September 2022.

Saat ini Protocol to Amend ASEAN Movement of Natural Persons masih berada dalam proses ratifikasi agar dapat diberlakukan. Setelah ratifikasi Protokol tersebut maka Indonesia dapat memanfaatkan komitmen MNP negara Anggota ASEAN lainnya.


ASEAN Services Facilitation Framework (ASFF)

ASFF merupakan seperangkat prinsip dan rencana aksi untuk mencapai integrasi sektor jasa di ASEAN serta meningkatkan daya saing sektor jasa. ASFF diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pelaku usaha jasa dari ASEAN berupa penyediaan jasa yang terpadu dan terkoordinasi dengan terciptanya lingkungan bisnis yang lebih baik seperti prosedur yang lebih jelas dan pengurangan birokrasi dalam penyediaan jasa lintas batas (cross-border services) ke pasar ASEAN.

ASFF terdiri dari lima komponen kunci yang akan membentuk dasar bagi perkembangan ekonomi jasa yang berkelanjutan dan inovatif di ASEAN:

1. Penciptaan Ekonomi Jasa ASEAN yang Berkeadilan: ASFF bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan seimbang bagi penyedia jasa di seluruh kawasan ASEAN. Ini akan membantu dalam mengurangi hambatan-hambatan perdagangan dan memastikan persaingan yang sehat di antara penyedia jasa.

2. Dukungan Mobilitas dan Ekonomi Jasa ASEAN yang Terhubung: ASFF akan memfasilitasi mobilitas para tenaga kerja di sektor jasa dan membantu mengintegrasikan ekonomi jasa di seluruh wilayah ASEAN. Ini akan membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi.

3. Peningkatan Ekonomi Digital: ASFF akan memperkuat ekonomi digital di ASEAN dengan mengurangi hambatan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini akan mendukung pertumbuhan industri digital dan inovasi di kawasan ini.

4. Penciptaan Ekonomi Jasa ASEAN yang Berkesinambungan dan Inovatif: ASFF akan mendorong inovasi di sektor jasa dengan memfasilitasi kolaborasi antara pemangku kepentingan dan mengadopsi praktik terbaik dalam berbagai sektor ekonomi jasa.

5. Kerja Sama dengan Dunia Usaha untuk Membentuk Ekonomi Jasa ASEAN di Masa Depan: ASFF akan mendorong kerja sama yang kuat antara sektor swasta dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan mendukung perkembangan ekonomi jasa ASEAN.

ASFF telah diendorse pada Pertemuan AEM Retreat ke-30 yang di dilaksanakan pada tanggal 8-9 Maret 2024, di Luang Prabang, Lao oleh para Menteri Ekonomi ASEAN. Saat ini, AMS sedang melakukan pembahasan implementation plan dari ASFF tersebut.


ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)

Perundingan jasa di ACFTA adalah perundingan regional yang tidak terlalu ambisius jika dibandingkan dengan perundingan FTA regional lainnya, hal ini dikarenakan Indonesia hanya mengkomitmenkan 33 sub-sektor saja dibandingkan dengan AANZFTA (88 sub-sektor); AFAS (128 sub-sektor); RCEP (100 sub-sektor), dll. Perundingan ACFTA sudah mencapai tahap perundingan paket ketiga (Oktober 2015) di mana Indonesia telah selesai memberikan request dan offer-nya kepada China. Indonesia telah meratifikasi ACFTA paket ketiga dimaksud pada tahun 2016.

Pada teks perundingan, perjanjian ACFTA tidak memiliki provisi yang bersifat unik yang hanya bisa ditemukan pada perjanjian ini saja. Hal ini terbilang konsisten dengan karakter ambisi rendah sebagaimana ditunjukkan oleh komitmen akses pasarnya. Selain itu pada perjanjian ACFTA ini tidak ada satupun annex khusus mengenai sektor-sektor tertentu yang diusulkan oleh ASEAN dan China.

Saat ini, tengah dilaksankan perundingan untuk Working Group on Digital Economy (WGDE) dan telah mencapai putaran ke-8 yang dilaksanakan pada tanggal 24-26 April 2024 di Singapura. ASEAN dan China berkomitmen untuk memaksimalkan komunikasi secara intersesi guna mencapai target penyelesaian perundingan di tahun 2024.


ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA)

Perjanjian Perdagangan Jasa pada kerangka kerja sama AKFTA bisa dikatakan sebagai perjanjian perdagangan jasa yang masih berada pada ‘zona nyaman’ untuk konteks teks perjanjian perdagangan jasa Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam isu akses pasar masih menggunakan pendekatan positive list dan provisi yang bersifat unik ataupun memiliki implikasi yang cukup dalam pada akses pasar jasa. Selain itu, pada perjanjian ini terdapat annex khusus yang mengatur mengenai subsektor jasa keuangan.

Untuk konteks akses pasar, ambisi liberalisasi AKFTA terbilang lebih tinggi dibandingkan ACFTA, dengan Indonesia mengkomitmenkan 72 subsektor dengan sebagian besar komitmen akses pasar di mode tiga memiliki batasan maksimum 49%.


ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA)

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and the Republic of India (AIFTA) atau Perjanjian Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Pihak ASEAN dan Republik India yang ditandatangani oleh Para Pemimpin Negara anggota ASEAN dan India pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN India ke-2 tanggal 8 Oktober 2003 di Bali, Indonesia, merupakan perjanjian induk kerjasama perdagangan antara ASEAN dan India yang cakupannya masih hanya mengenai perdagangan barang.

Selanjutnya, ASEAN dan India sepakat untuk menyusun Agreement on Trade in Services under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and The Republic of India (Perjanjian Mengenai Perdagangan Jasa Dalam Perjanjian Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh Antara ASEAN dan Republik India), perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi Negara anggota ASEAN dan India pada KTT ASEAN pada tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw.

Dalam Perjanjian tersebut, ASEAN dan India sepakat untuk menghapus secara substansial hambatan perdagangan melebihi yang diberikan masing-masing pihak dalam Perjanjian Umum tentang Perdagangan Jasa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dalam hal ini, komitmen Indonesia sebanyak 62 subsektor jasa dengan FEP 35%-51% yang meliputi delapan sektor yaitu business services; communication services; construction and related engineering services; financial services (non-banking services); education services; tourism and travel related services (khusus untuk jasa pariwisata hotel bintang 3, 4 dan 5, FEP 100%); Transport Services (maritime services); dan energy services. Sementara komitmen India sebanyak 44 sub sektor jasa, dengan FEP 49% yang mencakup 7 sektor yaitu business services; communication services; construction services; financial services (banking and non-banking services); health related and social services (hospital services); tourism and travel related services; and transport services (maritime services).

Perjanjian ini juga memiliki lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Perjanjian yaitu (i) Jadwal Komitmen Khusus (Schedule of Specific Commitments/SOC) dan (ii) Lampiran Pergerakan Orang Perseorangan (Annex on Movement of Natural Person/MNP)

Tujuan pengesahan Perjanjian Perdagangan Jasa ini antara lain:

• Menciptakan landasan hukum bagi pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Jasa dalam Perjanjian Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh ASEAN dan Republik India;

• Memberikan peluang akses pasar perdagangan dan investasi Indonesia ke ASEAN dan India di bidang jasa yang lebih luas bagi penyedia jasa dalam negeri melalui pembentukan iklim perdagangan dan investasi yang kondusif, transparan, dan fasilitatif;

• Memberikan peluang kepada penyedia jasa dalam negeri untuk melakukan kerja sama dengan penyedia jasa dari negara-negara anggota ASEAN dan India, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, serta diversifikasi pasokan dan distribusi jasa


ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA)

Perjanjian AANZFTA ditandatangani pada tanggal 27 Februari 2009 di Cha-Am, Thailand, dan telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden No.26 Tahun 2011, tertanggal 6 Mei 2011, Lembaran Negara No.55 mengenai Perjanjian bidang Jasa tertuang pada Chapter Trade in Services, dengan pengaturan spesifik sektor jasa yang tertuang pada Annex on Financial Services dan Annex on Telecommunication Services, serta terdapat pengaturan mengenai pergerakan orang perseorangan yang tertuang pada Chapter on Movement of Natural Person.

AANZFTA merupakan perjanjian yang dilakukan oleh sepuluh negara anggota ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru, dan termasuk perjanjian tradisional dalam wilayah Asia Pasifik. Perjanjian ini memiliki cakupan yang luas, dengan tujuan mempererat kemitraan ekonomi regional antara ASEAN dan kedua negara tersebut, termasuk liberalisasi perdagangan dan peningkatan perdagangan serta investasi, yang bertujuan untuk meningkatkan arus barang dan jasa lintas batas, investasi, serta pergerakan tenaga kerja pada 10 AMS dengan Australia dan New Zealand.

Sejak tahun 2012, AANZFTA sudah memasuki masa review perjanjian, termasuk review komitmen Chapter Trade in Services, dimana agenda review perdagangan jasa meliputi: review komitmen spesifik perdagangan jasa, review Pasal Emergency Safeguard Measure dan article Most-Favoured Nation (sebagaimana dimandatkan pada Pasal Committee on Trade in Services, Bab Trade in Services).

Selain isu review perundingan, pada agenda economic cooperation, ASEAN Qualification Reference Framework (AQRF) telah dibahas sejak tahun 2012 dan berhasil di-endorse oleh para Menteri bidang Ekonomi ASEAN, Menteri Pendidikan, dan Menteri bidang Ketenagakerjaan pada tahun 2014-2015. Saat ini, AQRF memasuki fase ke-4 project yang terfokus pada proses referencing National Qualification Framework (NQF) atau sistem kualifikasi yang dimiliki negara anggota ASEAN terhadap AQRF.

Second Protocol to Amend the Agreement Establishing the Asean-Australia-New Zealand Free Trade (2nd Protocol AANZFTA) telah ditandatangani oleh Menteri Perdagangan RI pada tanggal 21 Agustus 2023 di Semarang bersama dengan Menteri Ekonomi Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Australia, dan Selandia Baru di sela-sela rangkaian Pertemuan ke-55 para Menteri Ekonomi ASEAN (55th ASEAN Economic Ministers’/AEM Meeting). Menteri Ekonomi ASEAN lainnya akan menandatangani protokol ini secara ad-referendum/bergantian. Dengan ditandatanganinya 2nd Protocol AANZFTA ini, Indonesia telah berhasil menyelesaikan salah satu Prioritas Ekonomi Indonesia pada Keketuaan ASEAN 2023.

Tujuan Upgrading AANZFTA adalah liberalisasi perdagangan jasa dengan cakupan sektor yang lebih besar, liberalisasi, dan fasilitasi perdagangan melalui penghapusan tarif dan hambatan non-tarif, mendorong peningkatan investasi dan peluang investasi antarnegara dan membangun kerangka kerja sama untuk memperkuat, mendiversifikasi, dan meningkatkan perdagangan serta hubungan ekonomi antarnegara. Peluang sektor jasa Indonesia dalam perjanjian AANZFTA mencakup sektor jasa bisnis, jasa asuransi, jasa konstruksi, jasa komunikasi, jasa keuangan, dan jasa transportasi udara.


ASEAN-Hong Kong Free Trade Agreement (AHKFTA)

ASEAN-Hongkong, China Free Trade Agreement (AHKFTA) merupakan perjanjian perdangangan ASEAN dengan Pemerintahan wilayah khusus Hong Kong, China, RRT yang telah ditandatangani pada tanggal 28 Maret 2018 di Nay Pyi Taw, Myanmar. dan telah berlaku secara efektif tanggal 11 Juni 2019 bagi para Pihak yang telah menyelesaikan prosedur domestik ratifikasinya.

Indonesia telah menyelesaikan prosedur domestik ratifikasi Persetujuan dimaksud melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 34 Tahun 2020 tanggal 24 Februari 2020 tentang Pengesahan ASEAN – Hong Kong, China Free Trade Agreement. Persetujuan ini terdiri dari 14 (empat belas) bab, dan Bab Perdagangan Jasa terdiri dari 25 (dua puluh lima) pasal dan 1 (satu) lampiran yang terdiri Schedule dari AMS dan Hong Kong, China.

Komitmen Indonesia terdiri dari Jasa Energi, Jasa Konstruksi dan terkait lainnya, Jasa Keuangan, Jasa Pariwisata dan terkait perjalanan dengan besaran kepemilikan modal asing hingga 51%. Namun khusus untuk subsektor tertentu, yaitu Hotel dan Tourist Resorts, Indonesia membuka peluang investasi dengan kepemilikan modal asing sebesar 100% hanya untuk wilayah Sumatera dengan tujuan menarik investasi untuk mengembangkan sektor pariwisata yang menjadi destinasi pariwisata prioritas. Komitmen Hong Kong, China dan 9 AMS lainnya terdiri dari Jasa Bisnis, Jasa Komunikasi, Jasa Konstruksi dan terkait rekayasa, Jasa Pendidikan, Jasa Lingkungan, Jasa Keuangan, Jasa terkait Kesehatan dan sosial, Jasa Pariwisata dan terkait perjalanan; Jasa Rekreasi, Budaya dan Olah Raga; Jasa Transportasi; dan Jasa Lainnya.

Persetujuan ini diharapkan dapat memberikan peluang peningkatan perdagangan baik ekspor maupun impor jasa Indonesia ke negara-negara anggota ASEAN dan Pemerintahan wilayah khusus Hong Kong, China. Investasi dari negara-negara anggota ASEAN dan Pemerintahan wilayah khusus Hong Kong, China ke Indonesia diperkirakan akan meningkat sehingga dapat mendorong pengembangan industri jasa Indonesia dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Demikian juga peluang investasi dari Indonesia ke negara-negara anggota ASEAN dan dan Pemerintahan wilayah khusus Hong Kong, China dapat meningkat sehingga dapat memperkuat profile sektor bisnis jasa Indonesia termasuk leveragenya pada ekonomi global. Selain itu akan terjadi alih teknologi, keahlian dan best practices serta tersedianya produk-produk jasa yang beragam bagi pengguna/konsumen baik konsumen umumnya (end users) serta produsen..


Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

RCEP merupakan mega-regional FTA terbesar di dunia antara 10 negara ASEAN dengan lima negara mitra FTA (Australia, RRT, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan) yang mewakili 29,6% penduduk dunia, 30,2% GDP dunia, 27,4% perdagangan dunia, dan 29,8% foreign direct investment (FDI) dunia. Perjanjian ini ditandatangani pada 15 November 2020 dan mulai berlaku per 1 Januari 2022. Untuk Indonesia, setelah menyelesaikan proses ratifikasi pada bulan September 2022 melalui UU no.24 tahun 2022, RCEP secara resmi berlaku per 2 Januari 2023.

Perjanjian perdagangan jasa dalam RCEP merupakan perjanjian jasa yang paling komprehensif yang pernah diikuti Indonesia, di mana terdapat provisi-provisi baru yang menjadi bagian dalam pengaturan perjanjian yang mendorong penghapusan substansial hambatan perdagangan jasa dan bentuk-bentuk diskriminasi. Pengaturan yang dimaksud antara lain seperti kewajiban automatic MFN, Future Liberalisation, Transparency List, Local Presence serta memfasilitasi transisi penjadwalan komitmen dari positive list menjadi negative list.

Selain itu, perjanjian perdagangan jasa RCEP diperkaya dengan adanya dua Annex dan dua Chapter tambahan yang terkait erat dengan perdagangan jasa seperti pengaturan jasa telekomunikasi (Annex on Telecommunication Services), pengaturan jasa keuangan (Annex on Financial Services), jasa profesi (Annex on Professional Services), pergerakan orang perseorangan (Chapter Movement of Natural Persons), dan perdagangan melalui sistem elektronik (Chapter on Electronic Commerce).


ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)

Negosiasi AJCEP dimulai pada 2005 dengan fokus pada perdagangan barang (trade in goods). Selanjutnya pada tahun 2012, perundingan terkait TIS dan Investasi mulai dilakukan oleh ASEAN dan Jepang. Pada 24 April 2019, kedua pihak menandatangani secara ad-referendum 1st Protocol to Amend AJCEP dan diratifikasi oleh Indonesia dengan Peraturan Presiden No. 91 Tahun 2021 yang mulai berlaku sejak 6 Oktober 2021.

Jepang mengkomitmenkan 147 subsektor di 12 sektor jasa pada Moda 1 – Moda 4 secara rerata adalah Keterbukaan Penuh (None). Sementara itu, Indonesia mengkomitmenkan 48 subsektor di 11 sektor jasa. Pada Moda 3 (Commercial Presence), Indonesia masih memberikan limitasi, antara lain (1) Joint Operation untuk sektor Jasa Konstruksi dan Jasa Lingkungan; (2) FEP maksimal 35%, pada subsektor jasa Telekomunikasi, Retail, R&D, serta CRS; (3) FEP maksimal 49%, pada subsektor jasa Asuransi dan Jasa Keuangan Lainnya, dan (4) FEP maksimal 100%, pada Jasa Perhotelan pada Hotel bintang 3,4,5 di wilayah Kalimantan, Bengkulu, Jambi dan Sulawesi.

 Terkait Movement of Natural Persons (MNP), Jepang mengkomitmenkan enam kategori, antara lain Intra-Corporate Transferees (ICTs); Business Visitors (BVs); Investor; Profesional di Bidang yang membutuhkan teknologi; Profesional di bidang akuntan, auditor, perpajakan; dan Pendamping serta Anak dari kategori yang telah disebutkan. Sementara itu, Indonesia mengomitmenkan 2 kategori, yaitu ICT (meliputi Eksekutif, Manajer dan Spesialis) dan Business Visitors (BVs).