ASIA-PACIFIC
ECONOMIC COOPERATION (APEC)
Pada tahun 2015
Pemimpin APEC telah mengadopsi dokumen APEC Services Cooperation Framework
(ASCF), yang bertujuan untuk memberikan arahan strategis dan mendorong
koherensi kerja APEC di bidang jasa. Sebagai tindak lanjutnya, Ekonomi APEC
diminta “to develop a strategic and long-term APEC Services Competitiveness
Roadmap” (ASCR) pada tahun 2016. Telah disepakati bahwa proses ini akan diawali
dengan diskusi mengenai elemen-elemen Roadmap, dilanjutkan dengan pembahasan
aksi dan “mutually agreed targets” tahun 2025. Roadmap merupakan living
document yang fokus pada pengembangan daya saing sektor jasa (services
competitiveness) dan penyediaan kebutuhan capacity building yang diperlukan
bagi ekonomi APEC, elemen lain yang menjadi target roadmap adalah inclusive
growth, development, produktivitas dan inovasi, employment dan peningkatan
nilai tambah sektor jasa.
ASEAN
Framework Agreement on Services (AFAS)
ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN
pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Liberalisasi jasa bertujuan
untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa diantara negara-negara ASEAN
dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS). Latar belakang pembentukan AFAS adalah melengkapi pendirian
AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan memperkuat sektor jasa ASEAN dalam pasar
dunia. AFAS merupakan persetujuan di antara negara-negara ASEAN di bidang jasa
yang bertujuan untuk :
1.
meningkatkan kerjasama
diantara negara anggota dibidang jasa dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
daya saing, diversifikasi kapasitas produksi dan pasokan serta distribusi jasa
dari para pemasok jasa masing-masing negara anggota baik di dalam ASEAN maupun
di luar ASEAN.
2.
menghapuskan secara signifikan
hambatan-hambatan perdagangan jasa diantara negara anggota; dan
3.
meliberalisasikan perdagangan
jasa dengan memperdalam tingkat dan cakupan liberalisasi melebihi jasa dalam
GATS dalam mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa.
Prinsip-prinsip AFAS
Dalam perundingan
liberalisasi bidang jasa, AFAS menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang
diterapkan dalam WTO. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Most
Favoured Nation (MFN) treatment- kemudahan yang diberikan kepada suatu negara
berlaku juga untuk semua negara lain;
b. Non
Discrimination -pemberlakuan hambatan perdagangan diterapkan untuk semua negara
tanpa pengecualian.
c. Transparency-setiap
negara anggota wajib mempublikasikan semua peraturan, perundang-undangan,
pedoman pelaksanaan dan semua keputusan/ketentuan yang berlaku secara umum yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun daerah.
d. Progressive
Liberalization yaitu liberalisasi secara bertahap sesuai dengan tingkat
perkembangan ekonomi setiap negara anggota.
Komitmen Bidang Jasa
AFAS
Dalam pemberian
komitmen di AFAS, negara-negara ASEAN diharuskan untuk memberikan tingkat
komitmen yang lebih baik untuk sesama anggota ASEAN dibandingkan dengan
komitmennya dalam GATS-WTO, serta aturan yang dikembangkan dalam AFAS cakupan
liberalisasi jasanya melampaui hal-hal yang telah diatur dan dilaksanakan di
bawah skema GATS. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa AFAS dikenal juga
dengan istilah GATS Plus. Proses liberalisasi bidang jasa dilaksanakan secara
bertahap dan hati-hati dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dan tingkat
pembangunan ekonomi negara anggota ASEAN. Untuk itu diterapkan prinsip
fleksibilitas yang disepakati oleh semua negara ASEAN (pre-agreed flexibility)
dan penerapan formulasi ASEAN minus X. Disamping itu, untuk memberikan
kepastian liberalisasi, negara anggota tidak diperkenankan untuk menarik
kembali komitmen yang telah disepakatinya. Sedangkan yang dapat menjadi
kekuatan suatu negara dalam menjaga pasar perdagangan jasa dalam negerinya
adalah setiap negara anggota ASEAN tetap memiliki hak pengaturan internal
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan AFAS.
AFAS akan diselesaikan
melalui pemenuhan 10 paket komitmen bidang jasa. ASEAN telah menyelesaikan 9
paket komitmen bidang jasa, dan akan menyelesaikan komitmen paket terakhir
yaitu AFAS Paket 10 di tahun 2017. Adapun dalam pemenuhan komitmennya, ASEAN
telah menetapkan target ambang batas (threshold) yang mengacu kepada Cetak Biru
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, dimana jumlah subsektor jasa yang akan
dikomitmenkan seluruh negara anggota sebanyak 128 subsektor jasa dengan full
commitment di Mode 1, 2 adalah none dan batasan kepemilikan modal asing sebesar
70% di Mode 3.
Indonesia hingga AFAS
Paket 9 telah memberikan komitmen sebanyak 99 subsektor jasa dimana sebanyak 55
subsektor telah memenuhi threshold kepemilikan modal asing sebesar 70%,
sementara 44 subsektor lainnya masih dibawah 70% dikarenakan adanya pembatasan
dalam peraturan domestik.
Hingga saat ini 5
(lima) negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan
Thailand telah menyelesaikan AFAS Paket 10. Adapun 5 (lima) negara lainnya,
yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina, dan Vietnam masih dalam proses
penyelesaian pemenuhan AFAS Paket 10.
Penandatanganan Protocol to Implement the
10th AFAS Package beserta final offers SoC (Schedule
of Commitments) 10th
AFAS Package direncanakan pada Pertemuan AEM ke-50 pada bulan
Agustus 2018.
ASEAN-China
Free Trade Agreement (ACFTA)
Perundingan jasa di ACFTA ialah perundingan regional yang
tidak terlalu ambisius dibandingkan dengan perundingan FTA regional lainnya
karena Indonesia hanya mengkomitmenkan 33 sub-sektor saja dibandingkan dengan
AANZFTA (88 sub-sektor); AFAS ( 128 sub-sektor); RCEP (100 sub-sektor), dll.
Perundingan ACFTA sudah mencapai tahap perundingan Paket Ketiga (Oktober 2015)
dimana Indonesia telah selesai memberikan request dan offer-nya kepada
China, untuk selanjutnya memasuki dan sampai saat ini Indonesia masih dalam
proses ratifikasi (keputusan ada di DPR apakah ratifikasi ini hanya perlu
Perpres atau UU).
Pada teks perundingan,
perjanjian ini tidak memiliki provisi yang bersifat unik yang hanya bisa
ditemukan pada perjanjian ini saja. Hal ini terbilang konsisten dengan karakter
ambisi rendah sebagaimana ditunjukkan oleh komitmen akses pasarnya. Selain itu
pada perjanjian ACFTA ini tidak ada satupun annex khusus mengenai sektor-sektor
tertentu yang diusulkan oleh ASEAN dan China.
ASEAN-Korea
Free Trade Agreement (AKFTA)
Perjanjian Perdagangan
Jasa pada kerangka kerja sama AKFTA bisa dikatakan sebagai perjanjian
perdagangan jasa yang masih berada pada ‘zona nyaman’ untuk konteks teks
perjanjian perdagangan jasa Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam isu
akses pasar masih menggunakan pendekatan positive list dan provisi yang
bersifat unik ataupun memiliki implikasi yang cukup dalam pada akses pasar
jasa. Selain itu, pada perjanjian ini terdapat annex khusus yang mengatur
mengenai subsektor jasa keuangan.
Untuk konteks akses
pasar, ambisi liberalisasi AKFTA terbilang lebih tinggi ketimbang ACFTA di mana
Indonesia mengkomitmenkan 72 subsektor dengan sebagian besar komitmen akses
pasar di mode 3 memiliki batasan maksimum 49%.
ASEAN-India
Free Trade Agreement (AIFTA)
Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and the Republic of India
(Perjanjian Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antara
Negara-negara Pihak ASEAN dan Republik India) yang ditandatangani oleh Para Pemimpin
Negara anggota ASEAN dan India pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN India
ke-2 tanggal 8 Oktober 2003 di Bali, Indonesia, merupakan perjanjian induk
kerjasama perdagangan antara ASEAN dan India yang cakupannya masih hanya
perdagangan barang.
Selanjutnya, ASEAN dan
India sepakat untuk menyusun Agreement on Trade in Services under the Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and The Republic
of India (Perjanjian Mengenai Perdagangan Jasa Dalam Perjanjian Kerangka Kerja
Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh Antara ASEAN dan Republik India), dan
Perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi Negara
anggota ASEAN dan India pada KTT ASEAN pada tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi
Taw.
Dalam Perjanjian tersebut,
ASEAN dan India sepakat untuk menghapus secara substansial seluruh hambatan
perdagangan jasa dan memperdalam serta memperluas ruang lingkup perdagangan
jasa kedua pihak melebihi ruang lingkup yang diberikan masing-masing pihak
dalam Perjanjian Umum tentang Perdagangan Jasa di Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO). Dalam hal ini, komitmen Indonesia sebanyak 62 subsektor jasa dengan FEP
35%-51% yang meliputi 8 sektor yaitu Business Services; Communication Services;
Construction and Related Engineering Services; Financial Services (non banking
services); Education Services; Tourism and Travel Related Services (khusus
untuk jasa pariwisata hotel bintang 3, 4 dan 5, FEP 100%); Transport Services
(maritime services); dan Energy Services. Sementara komitmen India sebanyak 44
sub sektor jasa, dengan FEP 49% yang mencakup 7 sektor yaitu Business Services;
Communication Services; Construction Services; Financial Services (banking and
non banking services); Health Related and Social Services (hospital services);
Tourism and Travel Related Services; and Transport Services (maritime
services).
Perjanjian ini juga
memiliki lampiran yang merupakan bagian integral dari Perjanjian yaitu (i)
Jadwal Komitmen Khusus (Schedule of Specific Commitments/SOC), dan (ii)
Lampiran Pergerakan Orang Perseorangan (Annex on Movement of Natural
Person/MNP)
Tujuan pengesahan
Perjanjian Perdagangan Jasa antara lain:
•
Menciptakan landasan hukum
bagi pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Jasa Dalam Perjanjian Kerangka Kerja
Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh ASEAN dan Republik India;
•
Memberikan peluang akses pasar
perdagangan dan investasi Indonesia ke ASEAN dan India di bidang jasa yang
lebih luas bagi penyedia jasa dalam negeri melalui pembentukan iklim
perdagangan dan investasi yang kondusif, transparan, dan fasilitatif;
•
Memberikan peluang kepada
penyedia jasa dalam negeri untuk melakukan kerja sama dengan penyedia jasa dari
negara-negara anggota ASEAN dan India, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
daya saing, serta diversifikasi pasokan dan distribusi jasa
ASEAN-Australia
New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA)
Perjanjian AANZFTA
ditandatangani tanggal 27 Februari 2009 di Cha-Am, Thailand dan telah
diratifikasi melalui Peraturan Presiden No.26 Tahun 2011, tertanggal 6 Mei
2011, Lembaran Negara No.55. Perjanjian bidang Jasa tertuang pada Chapter Trade
in Services, dengan pengaturan spesifik sektor jasa yang tertuang pada Annex on
Financial Services dan Annex onTelecommunication Services, serta terdapat
pengaturan mengenai movement of natural person yang tertuang pada Chapter on
Movement of Natural Person.
Sejak tahun 2012,
AANZFTA masuk masa review perjanjian, termasuk review komitmen Chapter Trade in
Services, dimana agenda review perdagangan jasa akan meliputi: review komitmen
spesifik perdagangan jasa, review article Emergency Safeguard Measure dan
article Most-favoured nation (sebagaimana dimandatkan pada artikel committee on
trade in services, chapter TIS).
Selain isu review
perundingan, pada agenda economic cooperation, ASEAN Qualification Reference
Framework (AQRF) telah dibahas sejak tahun 2012 dan berhasil di-endorse oleh
para Menteri bidang Ekonomi ASEAN, Menteri Pendidikan dan Menteri bidang
Ketenagakerjaan pada tahun 2014-2015. Saat ini AQRF memasuki fase ke-4 project
yang terfokus pada proses "referencing" National Qualification
Framework (NQF) atau sistem kualifikasi yang dimiliki negara anggota ASEAN
terhadap AQRF.
ASEAN-Hong
Kong Free Trade Agreement (AHKFTA)
Perundingan ASEAN-Hong
Kong Free Trade Agreement (AHKFTA) dimulai pada tanggal 10-11 Juli 2014 di Hong
Kong. Pertemuan ASEAN-Hong Kong Working Group in Services (AHKWGS) pertama
diselenggarakan di Bangkok tanggal 24 November 2014. Saat ini AHKWGS sudah
memasuki putaran ke-6 tanggal 29 Mei - 2 Juni 2016 di Hong Kong, China.
Secara keseluruhan
offer Indonesia mencakup 4 sektor jasa, yaitu construction services, financial
services, tourism services, dan energy services, dengan total 23 sub-sektor
jasa (merujuk kepada offer paket ke-2 ACFTA) dengan level liberalisasi 49%, kecuali
jasa konstruksi 55%. Offer Hong Kong mencakup seluruh sektor jasa, kecuali jasa
pendidikan dengan total sejumlah 100 sub-sektor, melebihi offer Doha WTO dengan
level liberalisasi umumnya 49%. Mode 1 dan 4 sebagian besar masih unbound
terutama di sektor jasa keuangan.
Pertemuan ke-6 telah
menyepakati sebagian besar artikel dalam draft text chapter on trade in
services yang sesuai dengan Perjanjian GATS. Adapun artikel yang paling prinsip
dan belum disepakati antara lain tentang definisi natural person khususnya
mengenai Permanent Residence (PR), artikel Most-Favoured Nation (MFN), dan
artikel Progressive Liberalisatio.
Dalam rangka
operasionalisasi Recognition, perlu disusun suatu Mutual Recognition Agreement
(MRA) untuk beberapa sektor. MRA ini bertujuan untuk menyamakan standar
kualifikasi tenaga profesional. Pengakuan kualifikasi ini akan menghasilkan
kemudahan akses ke masing-masing negara pada sektor tersebut. Kemudahan akses
tersebut tidak hanya digunakan untuk memasuki pasar Hong Kong, namun nantinya
juga dapat dimanfaatkan untuk memasuki
pasar global.
Dalam hal kerja sama
untuk implementasi artikel Cooperation, pihak Hong Kong meminta agar AMS
membuat work programme yang menjadi bagian dari perjanjian ini. Indonesia akan
menyampaikan permintaan capacity building pada bidang di mana Hong Kong
memiliki keahlian, antara lain: construction, maritime industry, dan logistic.
Sektor-sektor tersebut sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi
nasional.
Dalam hal market
access, pihak Hong Kong telah membuka penuh akses pasar (moda 3) di beberapa
sektor, antara lain: telecommunication; construction; environmental; financial;
tourism and travel related services; recreational, cultural and sporting;
transportation; spa services; professional services kecuali medical and dental,
midwives, nurses, phsysiotherapists and para-medical personel; dan distribution
Services, kecuali wholesale trade fisheries product. Sebaliknya, Indonesia
menawarkan komitmen investasi sektor jasa (moda 3) pada Paket II ACFTA dengan
FEP 49%, antara lain: construction, financial, tourism and travel related
services dan energy.
Untuk akses pasar
movement of natural person (moda 4) ke Hong Kong yang merupakan kepentingan
Indonesia hanya terbuka untuk kategori Business Visitor (BV) dan Intra-Coorporate
Transfree (ICT) khususnya hanya untuk senior manager dan specialist. Saat ini,
keterbukaan ini belum dapat dimanfaatkan oleh Indonesia mengingat minimnya
investasi jasa Indonesia di Hong Kong dan minimnya kapasitas ICT (Senior
Manager dan Specialist). Indonesia telah meminta Hong Kong dalam schedule
horizontalnya untuk membuka Contractual Services Supplier (CSS) bagi tenaga
terampil/profesional Indonesia. Hong Kong masih mempertimbangkan hal tersebut.
Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
Proses perundingan
perdagangan jasa dalam kerangka RCEP saat ini masih terus berjalan dan
ditargetkan untuk selesai pada akhir tahun 2016 ini. Secara tekstual,
perjanjian perdagangan jasa ini sampai saat ini dapat disebut sebagai
perundingan perdagangan jasa yang paling komprehensif yang pernah diikuti
Indonesia di mana terdapat cukup banyak provisi baru pada teks perjanjian
seperti automatic MFN, Future Liberalisation, Transparency List serta
kemungkinan adanya transisi sistem penjadwalan komitmen dari positive list
menjadi negative list. Selain itu terdapat juga dua annex dan dua chapter yang
cukup terkait dengan perdagangan jasa seperti annex on telecommunication
services dan annex on financial services serta chapter on Electronic Commerce
dan juga Chapter Movement of Natural Persons.
Untuk konteks akses
pasar, Parties di RCEP diharapkan dapat memberikan komitmen untuk sekitar 100
subsektor pada saat perjanjian RCEP ditandatangani. Selain itu diharapkan juga
parties dapat memberikan value adds commitment dari sebagian subsektor yang
dikomitmenkan. Value adds tersebut antara lain komitmen untuk ratchet,
pembuatan transparency list, serta pemberian automatic MFN. Mengingat kewajiban
dari parties adalah untuk memilih 2 dari 3 value adds tersebut, Indonesia memilih
ratchet dan membuat transparency list.
Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional
Gedung Utama lantai 8. Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110, +62 23 528600 Ext. 36900 Fax. (021) 23528610
Copyright 2017